Jumat, 16 Oktober 2015

PENGERTIAN SEJARAH KEBUDAYAAN DAN RUANG LINGKUPNYA

PENGERTIAN SEJARAH KEBUDAYAAN DAN RUANG LINGKUPNYA.


      Sejarah kebudayaan menurut Huizinga adalah usaha mencari morfologi budaya studi tentang struktur. Ini berbeda dengan sosiologi, yang melihat objeknya melalui paradigma, morfologi budaya melihat gejala-gejala yang mempunyai makna yang jelas dalam dirinya. Setiap detail mempunyai maknanya sendiri, tidak semata-mata sebagai ilustrasi dari konsep umum. Kebudayaan sebagai struktur, sebuah bentuk. Demikian juga, sejarah adalah bentuk kejiwaan dengan apa sebuah kebudayaan menilai masa lalunya.


Sejarah adalah ilmu, bukan mitologi atau roman. Pendapat dari Huizinga bahwa sejarah perlu mencari hubungan-hubungan sehingga realitas dapat dipahami. Dengan metode yang menggabungkan studi kritis dengan subjektivisme, sejarahwan melihat fakta-fakta dengan usaha mencari sinar matahari yang menembus detail-detailnya.
      Burckhardt sebagai salah satu penulis klasik sejarah kebudayaan. Burchardt menulis The Civilzation of the renaissance in Italy. Dari segi metodologis, Burckhardt telah menunjukan bahwa sejarah kebudayaanya telah mendahului bermacam jenis penulisan sejarah sesudahnya, dalam setidaknya dua hal. Partama, pendekatannya singkronis, sistematis, tetapi tanpa kesalahan kronologi dalam sajianya. Kedua, usahanya memperluas bahan-bahan kajian sejarah kebudayaan dengan memberikan gambaran tentang keseluruhan.
      Huizinga, sama dengan Burckhardt juga menekan pentingnya general theme. Dalam tulisan yang secara khusus membicarakan tugas sejarah kebudayaan. Tugas sejarah kebudayaan ialah mencari pola-pola kehidupan, kesenian, dan pemikiran secara bersama-sama. Tugas itu ialah pemahaman secara morfologis dan diskripsi dari kebudayaan secara aktual dan konkrit, tidak dalam bentuk abstrak. Gambar yang kongkrit itu disebut sebagai morfologi budaya, untuk membedakannya dengan sekedar psikologi.
      Sejarah kebudayaan menurut Josep H. Greenberg adalah bagian dari sejarah umum, mengenai perkembangan historis bangsa-bangsa yang belum mengenal tulisan, pada waktu sekarang dan masa lampu. Sejarah kebudayaan hampir selalu dipelajari oleh para antropolog kebudayaan, jika dalam keterangan ini termasuk ahli-ahli separti para arkeolog linguistik. Difinisi ini menunjukan bahwa dalam prinsip tidak ada perbedaan yang nyata antara sejarah seorang sejarahwan profesional dan sejarahwan kebudayaan. Untuk membedakan dua sejarahwan itu dengan mengadakan perbedaan antara penggunaan sumber-sumber dokumentasi tertulis sebagai sumber utama atau satu-satunya sumber bukti yang diterima oleh sejarahwan ahli, dengan bermacam-macam metode yang berdasarkan dugaan (conjectural) yang dipergunakan oleh peneliti kebudayaan yang belum mengenal tulisan.
      Jadi, tujuan sejarah kebudayan sesungguhnya tidak berbeda dari tujuan sejarah Kovensional, terutam sejarah konvensional dipandang dari aspek yang sangat umum dan tidak hanya sebagai sejarah politik, tetapi sebagai sejarah dari segala aspek kebudayaan. Dan dapat ditambahkan, tujuan utama ini, ialah mengenai perkembangan kebudayaan membutuhkan keterangan (data) tertentu yang nonkebudayaan, seperti perubahan-perubahan lingkungan, perbedaan rasial, manusia sebagai hasil dari mekanisme yang mengisolir perbedaan etnis yang sejajar, dan dugaan-dugaan mengenai faktor-faktor demografis kuno. Maka perbedaan-perbedaan sejarah kebudayaan dan sejarah konvensional adalah suatu perbedaan tingkatan bukan perbedaan jenis. Di karenakan sejarahwan kebudayaan untuk sebagain besar harus percaya pada sumber-sumber nondokumenter, ia akan berhadapan dengan kelompok-kelompok dan bukan dengan perorangan, dan skala waktu akan kerap kali relatif daripada positif.
BUKU SEJARAH KEBUDAYAAN
Dalam bukunya: Djoko Soekiman.
Judul Buku: Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukung di Jawa (abad XVII- Medio Abad XX)
Penerbit: Yayasan Bintang Harapan, Jogyakarta, 2000.
      Dalam ulasan buku ini membahas dalam beberapa hal yaitu, awal kehadiaran orang Belanda, masyarakat pendukung kebudayaan Indis, gaya hidup masyarakat Indis, lingkungan pemukiman masyarakat Eropa, Indis dan Pribumi. Dari beberapa pokok landasan pemikiran dari penulis buku tersebut, menyoroti  pencipta budaya dan hasil dari kebudayaanya.
Dalam beberapa ulasan isi buku yang merujuk dalam ruang lingkup sejarah kebudayaan yaitu, penulis buku ini dapat memasukan 7 unsur universal budaya, sebagai berikut:
1.      Bahasa
2.      Sistem teknologi
3.      Sistem mata pencaharian
4.      Organisasi sosial
5.      Sistem pengetahuan
6.      Religi
7.      Kesenian
      Dari tujuh unsur universal budaya ini, memberikan bukti bahwa dalam  ruang lingkup kebudayaan sangat kongkrit. Sedangan dalam ilmu sejarahnya buku ini sudah menjelasakan tentang periodesasinya secara kronologis. Sejarah dalam arti subjektif adalah suatu konstruk, ialah bangunan yang di susun penulis sebagai suatu uraian atau carita. Uraian atau carita itu merupakan suatu kesatuan atau unit yang mencakup fakta-fakta terangkaikan untuk mengambarkan sauatu gejala sejarah, baik proses maupun struktur. Kasatuan ini menunjukan koherensi, artinya dari berbagai unsur saling mempunyai hubuangan satu kesatuan. Fungsi unsur-unsur itu saling menopang dan saling tergantung satu sama lain.
      Beberapa ulsan buku yang mengarah secara kronologis yaitu, dijelaskan pada awal kehadiran  Belanda menjadi seorang pedangan namun lambat laun Orang Belanda menjadi seorang penguasa. Pada masa orang Belanda menjadi pedagang banyak didirikan gudang-gudang (pakhuizen) sebagai tempat penyimpanan barang dangan  sakaligus sebagai tempat penimbunan barang dangang seperti berupa rempah-rempah, antara lain daerah Banten, Jepara, dan Yogyakarta, VOC membangun gudang-gudang kemudian diperkuat dengan benteng pertahanan sekaligus sebagai tempat tinggal, ini merupakan sebagai penguat dalam persaingan perdangan-perdangan.
      Pada masa Peterzoon Coen, yang hadir dalam di Batavia yang diawali juga pembaguan Pakhuizen di tepi timur kali ciliwung. Di Batavia dibuat kanal dan rumah tinggal dibagun sepanjang kanal, berderet-deret ini mempunyai kesamaan dengan negari Belanda.
      Tahun 1650 Batavia sudah menjadi kota benteng dangan luas kurang lebih 150 hektar. Rumah tinggal pejabat, segala hal yang penting seperti, uang, arsip, kekayaan lain disimpan dalam benteng. Pada masa berikutnya banyak para pembesar tinggal di luar benteng diakibatkan dalam luar benteng kondisi keamanan terjamin dan tidak adanya perlawanan dari masyarakat sekitar, namun kegiatan pemrintahan, penerimanan utusan bangsa asing, upacara resmi, pesta-pesta, dilaksanakan dalam benteng, bahkan dalam benteng ini sebagai jantung kegiatan ekonomi kompeni. Sebagai hasil kebudayaan yang dibawah dari Negari Belanda yang diadopsi di negari jajahan.
      Berkembangan pada masa Gubernur Jendaral Volekenier (1737-1741) ini merupakan pejabat tertinggi yang terkahir tinggal di benteng. Para pejabat VOC menmdirikan ruamah dengan taman yang luas yang disebut dengan langdhuis yang mengkuti model Belanda pada abad XVIII. Langdhuis ditempati oleh keluraga yang beranggotakan banyak yang terdiri atas  keluraga inti dengan puluhan bahakan ratusan budak dan gaya seperti ini disebut (landhuizen). Gaya hidup landhuizen ini tidak dikenal di negara Belanda. Keterangan ini meguatkan bahwa salah satu unsur dari 7 universal masuk dalam materi pembahasan.
      Perubahan dalam segi lahan pemukiman orang Belanda kota berada di hilir mulia masuk ke daerah pedalaman ini dikarekan beberapa faktor yaitu, karena bermukin dihilir sungai kurang sehat. Pedalaman dianggap lebih sehat, dengan pembangunan daerah pedalaman Belanda mempertimbangkan kondisi alam dan menyesuaikan tuntutan hidup dengan keadaan alam dan kehidupan sekelilingnya mengambil budaya setempat.
      Pada tahun 1870 berlakunya politik Liberal dan di bukanya terusan Zues, maka memberikan dampak tenaga kerja pendidik dari Belanda semakin benyak beerdatangan keindonesia ini memberikan perluasan dalam percampuran budaya. Organisasi semkin berkembang, indische ini merupakan bentukan dari pribumi dengan orang Belanda berkerjasama, antara lain Dauweas Deker, Tjipto Mangun Kusumo, dan Surwadi Suryanigrat pada tahun 1912. Bahkan dalam karya seni dalam bidang agama misal dilihat dari lampiran gambar Bunda Marai memakai sewek yang khas orang jawa dan gambar-gambar wayang. Dalam segi bahasa banyak bahasa Belanda yang du ucapkan dalam lidah jawa dan begitu juga bahasa Jawa ada istilah-istilah tertentu yang tidak ada pada kosakat bahasa Belanda, orang Belanda megucakapkan bahasa jawa dengan lidah orang Belanda.
      Jadi kebudayaan dan gaya hidup Indis, kata indis yang berasal dari bahasa belanda “Nederlandsch Indie atau Hinda-Belanda. Kebudayaan Indis adalah suatu fenomena historis, yaitu sebagai bukti hasil dari kreativitas kelompok atau golongan masyarakat pada masa kekuasan Hidia Belanda dalam mengahadapi tantangan hidup dan berbagai faktor yang mengadopsi dalam budaya “Eropa- Jawa” mencakup seluruh aspek dari tujuh unsur universal budaya seperti yang dimiliki oleh semua bangsa di dunia. Kebudayaan indis ini mulai mengalami kesurutan ketika Hindia-Beland runtun dan digantikan oleh masa pemerintahan Jepang.


0 komentar: