Selasa, 20 Oktober 2015

GENERASI MUKA MERAH BERASAP - #Ngaji Budaya

Ngaji Budaya edisi 1 ini akan mengetengahkan sebuah quote dari Pramoedya Ananta Toer, sastrawan Indonesia yang banyak menghasilkan karya sastra bertema kemanusiaan dan pembebasan. Tulisan-tulisan Pram banyak menginspirasi anak muda dan para aktivis kemanusiaan masa kini. Semoga karya-karyanya dicatat sebagai amal ibadah oleh Allah Swt. 
Pram pernah menulis “masa terbaik dalam hidup seseorang adalah masa ia dapat menggunakan kebebasan yang telah direbut darinya”.
Dulu di sekitar tahun 1990an ada sebuah lagu rock yang cukup populer. Judulnya Peterson (Anak Asuhan Rembulan). Jika kamu juga pernah mendengarkan lagu itu bisa jadi kamu dan saya akan mendapatkan gambaran yang sama tentang Peterson, yaitu anak muda yang independen dan tidak manja. Peterson dalam lagu itu disifatkan sebagai sosok yang tangguh karena tertempa oleh realitas jalanan yang keras. Ia juga pemberani dan suka berkelana. Baginya, jalanan atau alam adalah tempat belajar dan berguru yang tepat untuk jiwanya yang tegar. Kerasnya kehidupan jalanan pula yang justru membuatnya paham makna kelembutan dan kemurahatian. Peterson adalah anak muda yang sangar dan garang tapi murah hati. Ia sadar, jika tak saling membantu mereka bisa sama-sama terkapar mati di tengah jalan. Itu sebabnya ia disebut juga anak asuhan sang rembulan, sesuatu yang kerap dikiyaskan sebagai simbol kelembutan. Peterson melihat lehidupan dalam spektrum yang sangat luas.
Generasi Peterson berbeda dengan generasi sekarang. Generasi sekarang adalah generasi internet. Generasi sosial media. Kelemahan generasi sosial media adalah mereka telah dipaksa untuk melihat dunia dalam medium yang sangat sempit. Lebarnya siang, panjangnya malam, luasnya lautan atau lapangnya hutan dibentuk dalam sebuah kotak berukuran beberapa puluh sentimeter saja. Kotak-kotak ini bernama TV, PC, laptop, android, smartphone dan sebagainya. Dari dalam kotak kecil itulah dunia dihadirkan kedalam pikiran mereka. Generasi sekarang belajar tentang setia kawan itu dari grup-grup BBM, Facebook dan lainnya. Tepatnya belajar bicara tentang setia kawan karena memang di grup-grup itu memang hanya pembicaraanlah yang bisa dilakukan. Sebagian besarnya mungkin belum pernah mengalami seperti apa rasanya setia kawan itu. Mendoakan kesembuhan teman yang sedang sakit lewat pesan elektronik pastilah berbeda rasanya dengan mendoakan teman yang sakit secara langsung, berhadapan, sambil berdiri di samping tempat tidurnya. Rasa seperti itulah yang hilang dari generasi sekarang. Dulu, kita menghibur teman yang sedang sedih dengan mendatangi rumahnya, membawakannya makanan, menceritakan hal-hal konyol lantas terbahak bersama, kadang sampai merah muka. Sekarang semuanya itu dipaksa untuk diwakilkan pada emoticon tertentu di android. Saya bisa bayangkan rasa hampanya. Dulu sewaktu SMA, saya pernah dikeroyok kakak-kakak kelas saya. Saya babak belur. Sore harinya Ketua Kelas saya datang kerumah saya. Ia mengecek langsung seberapa parah luka saya, menanyakan apakah ada luka yang fatal ditubuh saya serta meyakinkan saya agar tetap bersekolahan keesokan harinya karena “pembalasan” sedang disiapkan. Kamu bisa bayangkan kan misalnya saat itu sudah era android? Ketua kelas saya mungkin cuma akan kirim emot muka merah berasap itu ke android saya. Bisa bedakan “rasa” saya diantara kedua kejadian itu kan?.
Nah, keluarlah ke alam lebih sering mulai besok. Kurangi pola komunikasi antar gadget. Perbanyaklah porsi interaksi langsung. rebutlah kembali kemerdekaanmu. Jangan mau dikerangkeng dalam kotak gadget atau laptopmu. Kamu sungguh berhak atas hidupmu yang indah dan penuh gairah. Jika harus mengalami kesedihan, alamilah kesedihan yang nyata supaya kamu mengerti caranya menjadi kuat. Jika harus mengalami kesenangan, alamilah kesenangan yang sebenarnya supaya kamu belajar untuk tak sombong. Kamu mungkin akan temukan rahasia terbesar mengapa generasi dulu itu tangguh dan garang seperti Peterson. Bisa jadi kamu juga akan temukan rahasia terbesar mengapa anak muda jaman dulu jarang ada yang jomblo. Mereka generasi yang dicari-cari para pecinta.

(salam budaya : Nala Arung).

0 komentar: