Kerapan Sapi merupakan tradisi tahunan yang diselenggarakan usai panen padi atau tembakau, yakni sekitar bulan Agustus atau September untuk babak penyisihan. Sedangkan babak final diselenggarakan di akhir September atau Oktober.
Kisah yang berkembang di masyarakat Madura menceritakan awal mula tradisi ini pada abad ke-13, saat Pangeran Katandur dari Sumenep pertama kali mengenalkan sistem bertani dengan menggunakan tenaga sapi. Karena terbukti keberhasilan panennya, masyarakat mulai beramai-ramai menggunakan teknik ini dan lahirlah perlombaan Kerapan Sapi.
Kerapan Sapi menjadi ajang unjuk kebanggaan karena proses yang ditempuh untuk mengikuti lomba ini tidak mudah sehingga patut diapresiasi. Sapi yang dipilih pun bukan sembarangan. Ada standar tertentu misalnya punggung panjang, kuku rapat, tegak, kokoh dan gemuk. Makanan dan perawatan tiap sapi pun membutuhkan biaya yang mahal, belum lagi berbagai ritual menjelang perlombaan. Sehingga Kerapan Sapi merupakan wujud pertaruhan gengsi dalam sportifitas dan kemeriahan pesta rakyat dalam perayaan panen tahunan.
Kerapan Sapi dimainkan oleh seorang joki atau disebut “tukang tongko” yang menaiki Kaleles atau kereta kayu yang ditarik oleh 2 ekor sapi yang berpacu di lintasan yang panjangnya sekitar 100 meter. Balapan ini berlangsung selama 10 detik sampai 1 menit. Sebelum memulai pertandingan, sapi kerap akan diarak keliling arena pacu dengan iringan musik Saronen, alat musik gamelan Madura.
0 komentar:
Posting Komentar